Senin, 12 Oktober 2009

Beladiri









Bela Diri dan Lindungan Allah


Bela diri dalam Ilmu Fiqh Islam

Membela diri adalah suatu kewajiban yang penting sekali pada tiap-tiap orang :

Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an
"Artinya: Dan janganlah kamu biarkan diri dalam kebinasaan ". Al-Baqarah :195

kalau diri kita sedang terancam bahaya dari luar misalkan kita ingin mempertahankan harta-benda kita dari tangan orang jahat atau maling, rampok, jambret, tukang begal dan lain-lainnya, lalu kita melakukan perlawanan yang menimbulkan terbunuhnya sipenjahat yang akan menganiaya kita maka orang yang membela dirinya tidak berdosa atau terkena hukum Qisas (tidak ada jalan lagi karena sipenjahat berniat akan membunuh diri kita kalau kita tidak memberikan apa yang diinginkan sipenjahat tersebut.

Firman Allah :
"Barang siapa yang menang membela dirinya sesudah ia teraniaya, maka tidak ada jalan lagi bagi mereka untuk menghukumnya". As syura: 41

dalam ilmu Fiqh membela diri seharusnya dilakukan dengan cara yang tertib : dimulai dengan cara yang ringan sekali yaitu : berteriak minta tolong, langkah seribu lari, jika meminta tolong dan lari belum juga berhasil naik ketingkat lebih keras yaitu dengan memukulnya, kalau dihajar belum juga jera, itu diperbolehkan melakukan lebih keras lagi yaitu dengan alat pemukul yang ada cemeti, kayu, dll. Sampai ketingkat akhir jika sipenjahat belum mau menghentikan perbuatannya maka boleh menggunakan alat perkakas tajam, ia boleh melakukan apa saja asal semua diatas sudah dilakukan dengan tertib demi membela diri.


Banyak Jenis Bela Diri

Allah telah membekali manusia dengan ilmu beladiri untuk menjaga dirinya dari serangan bahaya. Disini kita tidak membicarakan bela diri dengan fisik misalkan seperti Karate, Kungfu, Silat, Ninjitsu, Taekwondo. Namun itu semua sangat bagus untuk pegangan luar kita namun apakah semua itu sudah cukup untuk membela diri kita, Insya Allah mudah-mudahan, selain bela diri yang telah disebutkan, ada beladiri non fisik yang mungkin saudara muslim sudah banyak mendengarnya atau mungkin sama sekali belum pernah mendengarnya. Bela diri non fisik pun ada dua aliran yang ada di Indonesia yang Pertama melalui membangkitkan tenaga dalam melalui pernafasan aliran ini berasal pertama kali dari sebuah perguruan bela diri Budi Suci yang berada di Cirebon mereka olah nafas menjadi sebuah tenaga yang sangat dahsyat berpusat di dada. Yang kita akan bicarakan disini Aliran Bela diri yang Ilmunya digali berdasarkan perlindungan Allah dan olah bathin semua ini ada dalam Firman Allah salah satunya :".... dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar..."(Al Anfal:17). Semua ini berdasarkan atau bersumber dari Allah Swt yang melindungi hambanya yang dalam bahaya kebinasaan dengan berusaha membela diri sendiri. Kekuatan tersebut akan dibangkitkan Allah dengan rajin mengamalkan amalan telah ajarkan dalam Al-Qur'an. Perguruan tersebut dikenal dengan nama Al-Hikmah yang berpusat Cisoka Banten.


Cabang Perguruan Al-Hikmah

Yang saya ketahui tentang perguruan Al-hikmah ternyata diwaktu sekarang ini telah banyak cabangnya misalkan :
1. Perguruan Seni ika Bela Al-Hikmah
2. Perguruan Asma ul Husna
3. Perguruan Nurhikmah
4. Putra Nusa
5. Sin lam Ba
6. dan perguruan Al-Hikmah lainnya.

Sebutan Ulama

Banyak sekali ulama yang menekuni ilmu yang dipelajarinya seorang ulama yang banyak mengerti tentang Ilmu Fiqh disebut Ulama Fuqaha, ulama yang menekuni bidang da'wah disebut da'i, ulama yang menekuni ilmu taj'wid dan irama lagunya disebut Qori, ulama yang menekuni Ilmu Hikmah disebut Hukama.


Sumber :
http://www.geocities.com/kpim2001/tenaga.html

Sejarah 10 Perguruan IPSI



Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia (dulu masih bernama RIS-Republik Indonesia Serikat) tanggal 27 Desember 1949, pusat Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat dari Yogykarta kembali ke Jakarta. Sebelumnya, selama empat tahun Yogyakarta pernah menjadi ibukota Republik Indonesia, yaitu resminya sejak 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949. Perpindahan pusat pemerintahan tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian, dan kantor-kantor atau instansi milik pemerintah.

Demikan pula pada tahun 1950 Pengurus Besar IPSI secara de facto juga berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta, sekalipun tidak semua anggota pengurus-pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia dapat ikut pindah ke Jakarta. Waktu itu IPSI baru 2 tahun berdiri, yaitu sejak didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, oleh Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia, yang menetapkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua PB.IPSI. Saat IPSI berdiri, Republik Indonesia sedang dalam masa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan memantapkan kedaulatan Republik Indonesia, yang harus ditempuh melalui perjuangan baik secara fisik maupun diplomasi. Kondisi ini juga mengakibatkan IPSI yang masih berusia muda harus mengkonsentrasikan pengabdiannya kepada perjuangan kemerdekaan, sehingga kondisi manajerial dan operasional IPSI kala itu mau tidak mau mengalami penyusutan.

Di sisi lain, Pemerintah Pusat RI kala juga sedang menghadapi pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) di beberapa daerah, termasuk di Jawa dan Lampung. Untuk menambah kekuatan dalam melawan DI/TII tersebut, Panglima Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A. Kosasih, dibantu Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia), yang kala itu didirikan untuk menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat dalam menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta.

Setidaknya dalam kondisi tersebut timbulah dualisme dalam pembinaan dan pengendalian Pencak Silat di Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dengan konsentrasi lebih banyak dalam hal pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII. Selain dua organisasi, IPSI dan PPSI ini, juga terdapat beberapa organisasi lain seperti Bapensi, yang masing-masing berupaya merebut pengaruh sebagai induk pembinaan pencak silat di Indonesia.

Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar pencak silat dapat masuk sebagai acara pertandingan di Pekan Olahraga Nasional. Hal serupa juga dilakukan oleh PPSI yang setiap menjelang PON juga berusaha untuk memasukkan pencak silatnya agar dapat ikut PON. Namun Pemerintah, yang pada tahun 1948 juga ikut berperan mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI sebagai induk organisasi pencak silat di Indonesia.

Kala itu induk organisasi olahraga yang ada adalah KOI (Komite Olimpiade Indonesia) diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia) dengan Ketua Widodo Sosrodiningrat.Di tahun 1951, PORI melebur kedalam KOI. Tahun 1961 Pemerintah membentuk Komite Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan pembentukan tim nasional Indonesia menghadapi Asian Games IV di Jakarta. Kemudian di tahun 1962 Pemerintah untuk pertama kalinya membentuk Departemen Olahraga (Depora) dan mengangkat Maladi sebagai menteri olahraga. Selanjutnya di tahun 1964 Pemerintah membentuk Dewan Olahraga Republik Indonesia (DORI), yang mana semua organisasi KOGOR, KOI, top organisasi olahraga dilebur ke dalam DORI.

Pada tanggal 25 Desember 1965, IPSI ikut membentuk Sekretariat Bersama Top-top Organisasi Cabang Olahraga, yang kemudian mengusulkan mengganti DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik, yang kemudian kelak pada 31 Desember 1966 KONI dibentuk dengan Ketua Umum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Maka kala itu IPSI juga ikut memegang peranan penting dalam sejarah pembentukan KONI sehingga kelak menjadi induk organisasi olahraga di Indonesia.

Menjelang Kongres IV IPSI tahun 1973 beberapa tokoh Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk mencari calon Ketua Umum yang baru, karena kondisi Mr. Wongsonegoro yang pada saat itu sudah tua sekali. Salah satu nama yang berhasil diusulkan adalah Brigjen.TNI Tjokropranolo (terakhir Letjen TNI) yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sekalipun kelak kemudian pada Kongres IV ini beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB IPSI, namun jalan bagi Brigjen.TNI. Tjokropranolo tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih banyak tugas dan tanggung jawab PB IPSI yang kelak harus dihadapi dengan serius. Disamping itu PB IPSI pun perlu merumuskan jati dirinya secara lebih aktif, disamping merumuskan bagaimana mempertahankan eksistensi dan historis IPSI dalam langkah pembangunan nasional.

Karena itu kemudian Brigjen.TNI. Tjokropranolo dibantu oleh beberapa Perguruan Pencak Silat yaitu:
dari Tapak Suci Bapak Haryadi Mawardi, dibantu Bpk. Tanamas;
dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo;
* dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK;
* dari Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro;
* dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi;
* dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan Bp. Himantoro;
* dari Putera Betawi Bp.H. Saali;
* dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M. Zain;
* dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.

Salah satu tantangan yang cukup berarti saat itu adalah belum berintegrasinya PPSI ke dalam IPSI. Kemudian atas jasa Bapak Tjokropranolo berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer. Sejak itu PPSI setuju berintegrasi dengan IPSI, kemudian Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI. Pada Kongres IV IPSI itulah kelak kemudian, H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke Kongres dan menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI.

Kongres IV IPSI tahun 1973 menetapkan Bp. Tjokropranolo sebagai Ketua PB. IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro. Mr. Wongsonegoro telah berjasa mengantarkan IPSI dari era perjuangan kemerdekaan menuju era yang baru, era mengisi kemerdekaan. Saat inilah seolah IPSI berdiri kembali dan lebih berkonsentrasi pada pengabdiannya, setelah sebelumnya melalui masa-masa perang fisik dan diplomasi yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Di bawah kepemimpinan Bapak Tjokropranolo ini IPSI semakin mantap berdiri dengan tantangan-tantangan yang baru sesuai perkembangan zaman. Pada Kongres IV IPSI itu pun sepuluh perguruan yang menjadi pemersatu dan pendukung tetap berdirinya IPSI diterima langsung sebagai anggota IPSI Pusat, dan kemudian memantapkan manajemen, memperkuat rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah, dan mempersatukan masyarakat pencak silat dalam satu induk organisasi. Untuk selajutnya Bapak Tjokropranolo menegaskan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.

Maka selanjutnya yang dimaksud dengan sepuluh perguruan tersebut adalah:
Tapak Suci,
KPS Nusantara,
Kelatnas Perisai Diri,
Phasadja Mataram,
Perpi Harimurti,
Perisai Putih,
Putera Betawi,
Persaudaraan Setia Hati,
Persaudaraan Setia Hati Terate,
Persatuan Pencak Seluruh Indonesia (PPSI).

Pada waktu kepemimpinan Bapak. H. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10 (sepuluh) Perguruan Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi 10 (sepuluh) Perguruan Historis, setelah sebelumnya sempat istilahnya disebut sebagai Top Organisasi, atau Perguruan Induk kemudian menjadi Perguruan Anggota Khusus karena keanggotannya di IPSI Pusat menjadi anggota khusus. Di dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini selalu menjadi peserta dan memiliki hak suara di dalam Munas.

***

Sumber:
1. Tulisan H. Harsoyo (Perguruan Persaudaraan Setia Hati)
2. H. Haryadi Mawardi (Perguruan TAPAK SUCI)
3. Sejarah KONI
3. Arsip
4. Sumber-sumber lainnya

Sumber :
Mohammad Iqbal Rasyid
http://pptapaksuci.org/index.php/indonesia/rubrik-umum/ipsi/sejarah-10-perguruan-historis-ipsi.html

Apa Manfaat Belajar Silat?

Judul di atas pernah menjadi pertanyaan yang dilontarkan seorang remaja putri kepada seorang tokoh silat nasional kita. Saya merasa tertarik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi baru sekarang berhasil menyusunnya dalam bentuk artikel.

Tidak saja bagi para remaja yang sedang mengalami perubahan jasmani dan rohani yang pesat, melainkan bagi semua golongan usia termasuk orang-orang tua, belajar silat mendatangkan manfaat yang besar, minimal untuk memelihara kesehatan dan kesegaran jasmani.

Demikian pula dalam penggunaan dan penerapannya, beladiri tidak selalu digunakan untuk menjaga diri dalam suatu perkelahian, karena di jaman sekarang tidak semua orang suka berkelahi. Akan tetapi beladiri silat berguna pula untuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di rumah. Contohnya : Apabila kamu menguasai silat, kamu tidak akan terjatuh dengan parah bila terpeleset. Mungkin saja kamu terjatuh, akan tetapi karena refleks hasil latihan sehari-hari, kamu mampu menolong dirimu sendiri pada saat yang tepat. Berikut ini kita coba untuk menganalisa segala manfaat belajar beladiri silat.


Silat sebagai Olahraga

Sebagai salah satu cabang olahraga pada umumnya dan beladiri khususnya, beladiri silat merupakan rangkaian dari gerakan-gerakan badan menurut sistem dan metoda tertentu.

Telah kita ketahui bersama olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk memelihara kesehatan jasmani. Silat sebagai salah satu alat berolahraga pun memiliki cara-cara khusus dalam membina kesehatan jasmani. Dengan melakukan teknik tertentu, selain gerakan pemanasan pada umumnya yang ada pada tiap cabang olahraga, silat melatih otot-otot. Demikian pula dengan cara tertentu, silat melatihmu menjadi lebih peka pendengaran dan lebih awas penglihatan, bila dibanding dengan cabang olah raga lain. Selanjutnya, dengan gerakan dan teknik-teknik tertentu pula kamu bisa melatih otot-otot leher serta persendiran tubuh.

Untuk menguatkan alat-alat dalam tubuh kita, termasuk bagaimana cara menambah kesehatan jantung dan paru-paru, kamu akan dilatih pernapasan. Jadi, khusus bagi alat-alat tubuh kita bagian dalam, bukan hanya gerakan tubuh yang menguatkannya, melainkan (dan terutama sekali) latihan bernapas khusus yang baik. Tentu saja hal ini dilatih secara bertahap, tetapi semakin meningkat. Dalam silat ada tahap-tahap tertentu, di mana diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan pernapasan tersebut.

Pengertian tentang latihan-latihan yang dapat menguatkan otot-otot, janganlah diarti kan sebagai latihan untuk membesarkan otot. Otot yang kuat tidaklah berarti sama dengan otot yang besar, atau sebaliknya, otot yang besar belum bisa diartikan otot yang mengandung tenaga besar dan kuat. Teknik-teknik tertentu di dalam beladiri silat yang melatih kecepatan dan kelincahan tubuh, jarang sekali membuat otot seseorang menjadi bertonjolan. Bahkan, makin sempurna dan tinggi teknik silat seseorang (termasuk ilmu pernapasan nya), makin sulit orang awam menebaknya sebagai seorang yang ber “isi”. Selain itu, makin sulit pula orang mengira kita menguasai beladiri. Mengapa demikian?! Justru karena otot-otot kita yang tidak tampak menonjol !

Oleh sebab itu, diharapkan kalian terutama remaja putri tidak apriori, bahwa kalau kita belajar silat kelak jadi “kayak cowok”. Contoh remaja putri yang menguasai beladiri silat tapi tak tampak dari luar itu, ialah Anne Rufaidah, gadis Bandung yang pernah menyandang gelar Puteri Remaja Indonesia 1980. Ia salah seorang gadis remaja (waktu itu) yang diam-diam memiliki “kekuatan terpendam”. Dan banyak lagi remaja putri seperti Anne yang tidak berotot layaknya binaragawan. Ia justru nampak halus dan luwes sebagai gadis remaja biasa.

“Akh, buat apa capek-capek!” mungkin demikian pula komentar kalianm, akan tetapi soal capek kiranya apa saja yang menjadi pekerjaan kita yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menyebabkan kita capek secara fisik, namun tidak secara psikhis. Mengingat tujuannya yang baik, apalagi bila dilakukan dengan gembira, soal capek dapat diatasi dan boleh diabaikan.


Silat sebagai Seni Beladiri Yang Bermutu

Pengertian seni beladiri di sini jangan diasosiasikan dengan seni tari. Walau pun antara keduanya ada persamaan, yakni sama-sama mengandung unsur keindahan gerak dari seluruh tubuh yang harmonis. Kesenian itu menggugah kehalusan dan kepekaan jiwa seseorang. Lalu di manakah letak seninya Silat? Dalam silat yang nyeni bukan saja karena segi miripnya kepada Tarian (dengan adanya kembangan), akan tetapi dilihat dari segi harmonisnya gerakan-gerakan silat itu sendiri. Keselarasan gerakan tubuh dan anggota tubuh pesilat yang menyentuh hati si penonton, menimbulkan rasa kagum orang yang memandang.

Hal ini dapat dilihat para rangkaian gerak yang disebut dengan JURUS dalam Pencak Silat dan Karate (Kata). Jadi, bukan saja keluwesan geraknya yang dianggap “nyeni”, melainkan juga saat pesilat mengerahkan tenaganya, saat ia menampilkan kelincahan dan kegesitannya. Bagaimana ia menyesuaikan irama gerakan-gerakannya, seperti : bagaimana ia memperlambat gerakan-gerakannya pada saat ia melakukan “sikap-sikap” tertentu, bagaimana ia mempercepat gerakan-gerakannya waktu ia menyerang dengan tangan dan kakinya, serta bagaimana pula ia memperagakan gerakan- gerakan menghindar dengan lincah dan ringan.

Dalam Pencak Silat, baik yang berasal dari Jawa Barat (Ibingan), Jawa Tengah maupun dari Tanah Minang, tampak adanya penggabungan seni tari daerah masing-masing dengan tipu-tipu Pencak Silat, sehingga kita lihat “Kembangan” atau “Ibingan” tadi agak mirip dengan tarian-tarian daerah tersebut di atas (Ingat Jaipongan!). Konon, penyamaran beladiri silat ke dalam seni tari daerah, merupakan suatu upaya para Pendekar di jaman penjajahan untuk melestarikan beladiri silat yang diwarisi dari para guru dan leluhurnya.

Manakah yang disebut “Jurus” atau “Kembangan” itu? Kedua istilah itu merupakan rangkaian gerakan-gerakan beladiri yang disusun sesuai dengan aturan dari aliran atau perguruan silat yang menyusunnya. Di dalamnya tercakup gerakan-gerakan menyerang, menghindar maupun bersikap sesuai dengan ajaran-ajaran perguruan silat masing-masing.
“Seni” ini bagi setiap orang tidaklah sama keindahannya, sebagaimana tidak setiap orang punya penghargaan yang sama terhadap lagu-lagu klasik, pop, rap atau dangdut misalnya.


Silat sebagai Alat Bela Diri

Silat sebagai alat bela diri merupakan pengetahuan yang bermutu tinggi. Silat tidak terbatas, baik dalam melakukan serangan, maupun tangkisan. Dari kepala, bahu, siku, lengan, tapak tangan, jari tangan, punggung, pinggang, pantat, paha, lutut, tulang kering, mata kaki, tumit, jari kaki semuanya mendapat jatah latihan secara khusus. Dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki dapat digunakan sebagai senjata terdekat dan ampuh. Menurut para ahli, air liur dan rambut pun bisa dipakai sebagai alat bela diri yang efektif.
Silat berusaha memenuhi tuntutan : “Menyerang semaksimal mungkin dengan resiko sekecil mungkin bagi diri sendiri” (bandingkan dengan Ilmu Ekonomi). Singkatnya, dengan apa yang ada kita gunakan untuk membela diri, jadi harus praktis dan ekonomis !

Seorang pesilat diajar dan dilatih menggunakan senjata. Ia harus mengerti sifat-sifat senjata yang paling sederhana, seperti : Pisau, Pedang, Golok dan Toya (istilah silat untuk tongkat panjang yang disesuaikan dengan tinggi pesilat). Kemudian ia pun diberi pengetahuan tentang senjata-senjata lain. Dari sinilah seorang pesilat mengembangkan pengetahuannya tentang senjata. Mana yang sesuai buat dirinya, serta benda-benda apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata saat ia terdesak. Contoh benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata, adalah tas, pasir, penggaris, pensil, sapu tangan, ikat pinggang, bahkan baju atau jacket pun atau buku dapat dipergunakan sebagai senjata “rahasia”.


Silat sebagai Alat Untuk Belajar Menguasai Diri

Umumnya, ilmu beladiri yang baik, mendidik murid-muridnya sanggup menguasai diri, menguasai emosinya. Demikian pula silat. Tak heranlah kita membaca atau mendengar ungkapan “Kalahkan dulu dirimu, sebelum mengalahkan orang lain” atau motto dari beladiri Kempo “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman”. Semua itu menunjukkan pentingnya belajar menguasai diri. Pesilat dilarang untuk bertindak sewenang-wenang. Secara bertahap ia dilatih menguasai hawa nafsunya, karena memang yang paling sulit adalah bagaimana mengajar seseorang mampu menguasai dirinya.

Pesilat yang baik, harus sanggup mengalah kepada lawannya yang nyata-nyata jauh lebih unggul baik teknik dan prestasinya. Ia pantang melayani nafsunya untuk menang dengan berlaku curang! Ia harus berani mengakui kelebihan lawan dan melihat kekurangan dirinya.
Sifat-sifat baik yang diperolehnya dalam mempelajari beladiri silat, diharapkan tidak hanya berlaku di perguruannya saja, melainkan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu membentuk rasa percaya diri yang tebal dan kepribadian kuat, sehingga segala tekanan dari luar dapat dihadapinya dengan tabah, rendah hati dan damai.

Seorang ahli beladiri yang baik memiliki perasaan yang halus dan rasa perikemanusiaan tinggi. Ia tidak enggan untuk memaafkan seseorang yang telah mengakui dan menyadari kesalahannya.


Silat sebagai Alat Untuk Mengasah Kecerdasan

Di sekolah dasar kita diajar berhitung/matematik, di sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas kita dilatih untuk berpikir lebih kritis, kemudian di perguruan tinggi kita diajar dan dilatih tentang hubungan-hubungan dalam suatu sistem/keseluruhan. Dalam belajar Silat, kita pun diajar dan dilatih berpikir kritis. Tetapi dengan cara yang khas silat. Kita harus memperhitungkan secara matang gerak-gerik lawan dan menjawab serangan lawan dengan reaksi yang cepat dan tepat. Sebab bila kita terlambat sedikit saja, akan fatal akibatnya bagi kita.

Ada beberapa persamaan antara belajar ilmu gaya dan belajar silat. Dalam silat kita memiliki rumus-rumus tertentu untuk menghindar, menyerang atau membalas suatu serangan, sehingga gerakan kita menjadi efektif dan efisien. Ada momen-momen dalam ilmu gaya yang dapat diterapkan dalam ilmu silat. Misalnya, bagaimana kita dapat menghindari serangan berupa pukulan dan tendangan yang lintasannya seperti lingkaran, sehingga kita berada di luar garis singgung lingkaran tersebut. Atau bagaimana kita menghindari serangan yang lintasannya lurus, yakni dengan bergerak sedikit ke samping dengan cara apa pun, sehingga serangan itu berlalu tanpa kita mengeluarkan tenaga banyak (hukum ekonomi).

Pengertian-pengertian ilmiah semacam inilah yang membuat ilmu beladiri silat menjadi menarik untuk dipelajari dan diselami, sebab Ilmu Silat sekaligus mengasah kecerdasan kita.


Sumber :
http://www.silatperisaidiri.com/index.php/Artikel-Umum/Apa-Manfaat-Belajar-Silat.html
27 Oktober 2008

Wushu

Kata wushu (武术) berasal dari huruf Wu(武) yang berarti Perang atau beladiri dan Shu(术) yang berarti seni/kemampuan. Wushu berarti Seni Beladiri atau lebih dikenal dengan istilah Kung-Fu.Wushu yang dipelajari di Binus adalah Wushu Modern yang mempelajari berbagai gerakan beladiri yang berasal dari RRC sebagai suatu bentuk Olahraga dan Seni Keindahan (wu zi).Sekarang ini cabang-cabang Wushu mulai banyak dikompetisikan dalam event olahraga besar (Sea Games,Olimpiade).

Mempelajari wushu akan meningkatkan kemampuan dalam membela diri serta baik bagi kesehatan organ tubuh karena akan merangsang organ-organ tubuh tertentu untuk lebih aktif dan fleksibel. Tentunya hal ini akan menyebabkan daya tahan tubuh meningkat serta membuat kondisi fisik tubuh tetap sehat hingga hari tua.

Gerakan pada wushu modern merupakan perpaduan dari berbagai macam jurus Kung-Fu ,dimana secara garis besar terbagi menjadi 2 aliran besar yaitu Aliran Utara dan aliran Selatan. Di Aliran Utara, banyak jurusnya yang berasal dari gerakan akrobatik yang mementingkan kemampuan memainkan kaki (loncatan & tendangan) sedangkan di aliran selatan,jurus yang digunakan banyak mengambil unsur binatang (Naga, Harimau, Bangau,Kera,Ular,dll) dimana pada aliran ini jurus-jurusnya lebih berfokus pada pukulan. Berbagai macam jurus dari masing2 aliran tersebut dikombinasikan menjadi menjadi berbagai macam set gerakan yang disebut dengan Forms (Tao Lu). Di Tao Lu jurus-jurusnya ada yang menggunakan senjata (Pedang,Golok,Toya,Tombak,dll) dan juga tangan kosong. Selain itu ada juga cabang San Shou (散手) yang berarti Free Hand atau Free Fighting, san shou merupakan cabang dari wushu yang mempelajari kemampuan bertarung&beladiri yang efektif (Real Street Fighting) dan merupakan gabungan dari gerakan KungFu,Teknik Kuncian,Kick Boxing dan bantingan.

Cabang-cabang di Wushu Binus

Tao Lu (Forms)
Chang Quan (Jurus Utara) & Nan Quan (Jurus Selatan)
Dao Shu (Jurus2 Golok), & Jian Shu (Jurus2 Pedang)
Gun Shu (Jurus2 Toya) & Jiang Shu (Jurus2 Tombak)
Tai Chi Chuan
Tai Chi Jian (Pedang Tai Chi)
Tan Tui (Jurus-jurus yang digunakan Huo Yian Jia)
San Shou (Fight)
Lion Dance / Barongsai (Wu Zhi)

Sumber :
http://www.binus.ac.id/CURRENT.STUDENTS/Life.@.BINUS/Students.Organizations/Undergraduate.Programs/Student.Activity.Unit/Sport/WUSHU3/English/

Sejarah Singkat Kung Fu Shaolin

Bermula dari P'u-t'i Tamo (Bodhi Dharma), seorang pendeta Budha bangsa India yang datang ke Tiongkok sekitar tahun 505 - 556 AD. P'u-t'i Tamo menetap di kuil Siauw Liem, mengembangkan ajaran Buddha Ch'an (Zen).

Suatu hari beliau tampak terkejut karena hampir sebagian besar para bhiksu terlihat terkantuk-kantuk saat mengikuti pelajaran agama. Sejak itu para bhiksu Siauw Liem diwajibkan berlatih 18 jurus Senam Penyehat Tubuh yang dibawa dari India. Senam tersebut ditujukan untuk menyehatkan tubuh para bhiksu, karena mereka harus duduk berjam-jam mendengarkan pelajaran agama. Senam tersebut ternyata di kemudian hari memberikan warna khusus pada ilmu silat Siauw Liem Sie.

Dengan berjalannya waktu, apalagi sepeninggal P'u-t'i Tamo, kedelapanbelas jurus senam penyehat tubuh tersebut hampir saja hilang, dilalaikan oleh para bhiksu. Untunglah, seorang muda ahli Kung Fu tangan kosong dan pedang versi daratan Tiongkok masuk menjadi bhiksu di kuil Siauw Liem. Beliau, yang kelak kemudian berjuluk Ciok Yen Shang Ren, dengan tekun dan sungguh-sungguh mulai membenahi ke-18 jurus tersebut dan mencampurnya dengan ilmu Kung Fu-nya. Terciptalah ilmu yang baru, 72 jurus, yang dinamakan Shaolin Kung Fu, karena tercipta di kuil Siauw Liem.

Untuk mencari pendekar ahli Kung Fu yang bisa menyempurnakan ilmunya, beliau mengembara. Ketika berada di kota Lancow, beliau melihat seorang tua dihadang oleh seorang penjahat yang bertubuh kekar. Anehnya, ketika penjahat itu melancarkan serangan, hanya dengan ketukan jari tangan yang tampaknya dilakukan dengan ringan membuat penjahat itu jatuh pingsan. Beliau memperkenalkan diri dan secara jujur menceritakan tujuan pengembaraannya. Ternyata orang tua itu adalah pendekar Kim Na Jiu (Jujitsu versi Kung Fu). Orang tua itu cuma menyebut nama marganya, Lie. Dengan perantaraan orang tua itu, beliau dapat berkenalan dengan pendekar Pai Ie Fung, pendekar tanpa tanding dari propinsi Shansi, Henan dan Hopei.

Ketulusan hati Ciok Yen Shang Ren dapat mengetuk hati kedua pendekar tersebut, sehingga mereka mau tinggal di kuil Siauw Liem untuk menyusun suatu ilmu baru berdasar ke-18 jurus Senam Penyehat Tubuh warisan Tatmo Cou Su, ditambah ke-72 jurus Kung Fu Ciok Yen Shang Ren, dan digabungkan dengan ilmu kedua pendekar itu sendiri. Demikian, akhirnya tercipta 182 jurus Shaolin Kung Fu yang dapat dibagi dalam lima macam permainan Kung Fu: Jurus Naga, jurus harimau, Jurus Macan Tutul, Jurus Ular dan Jurus Bangau.

Sumber :
http://www.propatria.ukm.ugm.ac.id/index.php?option=content&task=view&id=26
2 Mei 2006

Judo

Judo ( 柔道 ) adalah seni bela diri, olahraga, dan filosofi jepang. Judo dikembangkan dari seni bela diri kuno Jepang yang disebut Jujutsu. Jujutsu yang merupakan seni bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun senjata pendek, dikembangkan menjadi Judo oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎) pada 1882. Olahraga ini menjadi model dari seni bela diri Jepang, gendai budo, dikembangkan dari sekolah (koryu) tua. Pemain judo disebut judoka atau pejudo. Judo sekarang merupakan sebuah cabang bela diri yang populer, bahkan telah menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade.

Sejarah
Pegulat sumo zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal ini menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya hanya dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan pada zaman Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).

Pada perkembangannya, Jepang memasuki masa-masa perang di mana kaum aristokrat digeser kedudukannya oleh kaum militer. Demikian pula olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan, oleh kaum militer dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik jujutsu dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa senjata atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.
Pada zaman Edo (abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang relatif aman, jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh bagi masyarakat kelas ksatria. Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai muncul, antara lain Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan Tenjinshin'yo.

Awal Mula Judo

Jigoro Kano menambahkan gayanya sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk Tenjinshiyo dan Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah dojo di Tokyo yang ia sebut Kodokan Judo. Dojo pertama ini didirikan di kuil Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.
Tujuan utama jujutsu adalah penguasaan teknik menyerang dan bertahan. Kano mengadaptasi tujuan ini, tapi lebih mengutamakan sistem pengajaran dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga target spesifik untuk judo: latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan kompetisi di pertandingan-pertandingan.

Perbedaan Judo dan Jujutsu

Terjemahan harafiah dari kata 'judo' adalah 'cara yang halus'. 'Cara' atau 'jalan' yang dimaksud disini memiliki arti konotasi secara etika dan filosofis. Kano mengungkapkan konsep filosofinya dengan dua frase, "Seiryoku Zen'yo" (penggunaan energi secara efisien) dan "Jita Kyoei" (keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain). Meskipun disebut halus, namun sebenarnya judo merupakan kombinasi dari teknik-teknik keras dan lembut, maka dari itu judo dapat pula diartikan sebagai 'cara yang lentur'.

Jujutsu, pada sisi yang lain, memiliki terjemahan harafiah 'kemampuan yang halus'. Latihan jujutsu dipusatkan pada cara-cara ([[kata (bela diri)|Kata]]) tertentu dan formal, sedangkan judo menekankan pada latihan bebas teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori). Hal ini membuat pelatihan judo berjalan lebih dinamis.
Para kontestan jujutsu menggunakan seragam yang relatif berat (hakama). Para praktisi awal judo menggunakan semacam celana pendek, namun tidak lama kemudian mereka lebih memilih menggunakan busana Barat yang dinilai lebih memiliki keunggulan fungsi dan mengijinkan pergerakan yang lebih bebas. Seragam modern judo (judogi) dikembangkan pada tahun 1907.

Teknik-teknik jujutsu, selain teknik dasar seperti melempar dan menahan, menggunakan pukulan, tendangan, bahkan menggunakan senjata pendek. Pada sisi lain, judo menghindari tendangan dan pukulan-pukulan yang berbahaya, dan lebih dipusatkan pada teknik membanting yang terorganisir dan teknik bertahan.

Sumber :
http://i-comers.com/showthread.php?t=45060